Sore yang cerah di pinggiran kota jogjakarta saya memulai
perjalanan sore itu. Saya berkeliling kampung – kampung di sekitar tempat
tinggal saya. Dari situ saya mengamati suasana kampung kampung yang saya
lewati. Sembari mengitari kampung-kampung
yang saya lewati saya menjadi teringat suasana kampung disaat saya masih
kecil.akan tetapi sepanjang pengamatan suasana sore itu saya mulai heran dengan
apa yang saya lihat. Kata kampung yang harusnya lekat dengan kegiatan sosial
kini mulai hilang.
Dulu sewaktu kecil masih melekat di ingatan kegitan disetiap
kampung banyak kegitan-kegiatan yang
diadakan. Terlebih ketika perayaan kemerdekaan Indonesia atau perayaan-perayaan
yang lain. Dari lomba anak-anak , pemuda sampai lomba ibu-ibu aktif dilakukan ,
hal itu selain bisa menjadi sarana berkumpul warga juga bisa menjadi hiburan
alternatif untuk masyarakat. Di gapura atau jalan-jalan juga banyak terpasang
bendara maupun atribut-atribut yang berbau nasionalis. Pementasan seni juga diadakan
sebagai puncak acara kegitan.
Selain pada perayaan kemerdekaan gayengnya kampung juga
terlihat ketika bulan ramadhan tiba. Pada bulan ramadhan biasanya di
kampung-kampung sangat aktif
menghidupkan suasana di langgar atau masjid. Dari menjelang buka sampai setelah
sholat subuh masjid menjadi pusat dari kegiatan warga. Masjid menjadi tempat
yang nyaman untuk beribadah maupun bergaul. Hal yang lebih terasa ketika
menghadapi hari raya idul fitri, semua bersemangat menyiapkan takbiran dan
menyiapkan hal-hal yang berhubungan dengan perayaan hari raya.
Namun apa yang saya lihat sore itu sudah sangat beda suasana
yang saya rasakan dulu mulai terkikis. Anak muda hanya sibuk nongkrong di depan
gang di atas motornya. Hanya ada beberapa anak kecil yang bergegas lari menuju
masjid itupun tidak banyak. Pengibaran bendera merah putih juga sangat jarang. Suasana
yang ada sangat berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam ingatan saya sewaktu
saya masih kecil. Lomba anak-anak menjelang hari raya kemerdekaanpun sudah
mulai jarang di sini.
Entah mengapa greget di kampung mulai merudup, apakah karena
perkembangan jaman atau memang masyarakat kita sekarang mulai di sibukan dengan
urusan masing-masing hingga tidak ada waktu lagi untuk menghidupkan kampungnya.
“gayeng dan gregetnya sebuah kampung apakan hanya akan
menjadi kenangan untuk kita dan tidak untuk anak-anak kita kelak? “
No comments:
Post a Comment