Sunday, September 15, 2013

PIYE KABARE HAR??





kalimat dalam judul di atas mungkin bagi anda warga Jogja sudah sering melihat atau mendengar. Sebuah kalimat sindiran warga Jogja yang di tujukan untuk Walikota Jogja terpilih Haryadi Suyuti. Kurang tau persis dari mana kalimat itu pertama kali muncul. Mungkin warga Jogja sudah merasa sangat risih dengan pemerintahan yang ada sekarang.

Memang di masa Haryadi Suyuti ini Jogja terasa kurang ada greget dan sepi, pendekatan ke masyarakat juga dirasa kurang kalu orang jawa bilang nye-nyet gak ada hal baru. Sejak terpilih menjadi kepala pelayan masyarakat pada tahun 2011 kiprah beliau sudah di tunggu warga Kota Jogja untuk membuat berbagai inofasi dan prestasi. Tapi masyarakat sampai sekarang belum bisa merasakan hal yang mereka inginkan. 

Kritikan kepada sang walikota pun mulai bermunculan di mana-mana dan dari berbagai komunitas yang ada di Kota Jogja. Dari pecinta sepeda, pedagang pasar, seniman dan suporter sepak bola. Mereka merasa tidak puas dengan kinerja kepala pelayan masyarakat Jogja itu. Bahkan ada beberapa kebijakan beliau yang dinilai tidak berpihak kepada para komunitas yang ada.

Kebijakan yang sempat menjadi sorotan ialah kebijakan beliau tentang bersepeda yang dianggap mengkebiri akan semangat bersepeda warga Jogjakarta. Kebijakan itu tertuang dalam SE 645/57/SE/2012. Kebijakan itu menjadi  gejolak pecinta sepeda di Kota Jogja karena sebelumnya di Jogja sendiri sedang marak kampanye cinta lingkungan dengan salah satu cara bersepeda. Bahkan walikota sebelumnya telah meluncurkan program SEGO SEGAWE (Sepeda kanggo sekolah lah nyambut gawe/sepeda untuk sekolah dan bekerja). Tapi karena adanya surat edaran baru terkesan semangat untuk menggalakan sepeda di kota Jogja menurun. Kritikan pedas pun sempat mucul melalui kata “Ora Masalah HAR! Tanpamu Sepedaku Tetap Melaju”.

Selain para pecinta sepeda kritikan juga datang dari para seniman Kota Jogja yang menganggap suport walikota kepada kegiatan seni dirasa sangat berkurang. Hingga ajang kesenian Jogja Java Carnival pun sudah tidak diadakan. Padahal event itu Event Carnaval yang hampir menjadi icon carnaval paling meriah di DIY. Tapi entah kenapa event tahunan itu dalam dua tahun ini tidak ada. Keluhan pun tidak hanya itu banyak keluhan tentang kesenian yang muncul di masyarakat. Banyak obrolan yang berkembang di kalangan seniman Jogja yang banyak membicarakan tentang kurangnya kiprah Haryadi Suyuti selaku Walikota Jogja. Wajar saja jika seniman Jogja merasa gerah, karena semua orang juga tau kalau Jogja sendiri merupakan kota budaya dan melahirkan banyak seniman hebat. Di Jogja jg banyak sekali grup kesenian yang masih butuh perhatian pemerintah. Tentu hal-hal yang menyangkut tentang kesenian dan kebudayaan menjadi sangat sensitif di kota ini. Jadi pemerintah harus benar-benar peka untuk masalah kesenian.

Kritikan yang sempat pedas juga di suarakan oleh kelompok suporter team sepak bola PSIM Jogjakarta. Para suporter di sini mempertanyakan carut marutnya yang dihadapi PSIM akhir-akhir ini. PSIM sempat terpaut hutang yang berdampak pada prestasi team. PSIM sendiri merupakan team sepak bola tua yang ada di Indonesia dan juga salah satu pendiri PSSI sangat miris jika team sekelas PSIM tidak mendapat perhatian lebih dari pemimpin daerah. Bentuk kritik yang dilakukan para suporter pun bermacam-macam dari pemasangan sepanduk di stadion, penempelan poster ilegal di jalan sampai di tuangkan ke mural tembok. Dalam hal ini saya pribadi memang prihatin, karena sebuah team sepak bola jika digarap dengan dengan baik selain bisa membanggakan daerah dan masyarakat juga bisa menjadi hiburan alternatif yang bisa di nikmati dampaknya secara luas.

Saya jadi ingat beberapa hari yang lalu ada sebuah aksi yang dilakukan berbagai eleman masyarakat Jogja di titik nol kilometer di depan kantor pos besar. Mereka mengirim surat yang isinya mengkritisi maupun memberi saran kepada Walikota Jogja.Aksi tersebut bermaksud memprotes Walikota Jogja yang kurang peka dengan permasalahan yang ada di Kota Jogja mulai dari maraknya pembangunan banyak hotel, kurangnya fasilitas untuk kaum difabel sampai masalah tak terurusnya persatuan sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) Jogjakarta. Para pelaku aksipun berdandan layaknya hantu seusai dengan tema acara “Mimpi buruk untuk Haryadi”.

Mungkin coretan ini sekedar apa yang saya ketahui dan apa yang sering menjadi perbincangan di masyarakat.Saya sendiri maklum jika masyarakat Jogja sebegitunya memberi kritik karena masyarakat Jogja sendiri merupakan masyarakat yang aktif. Masyarakat yang baik memang harus mengamati kinerja pemerintah dan memberikan saran dan kritik secara positif kepada pejabat pemerintah. Tentu kita semua Cuma berharap supaya Kota Jogja bisa semakin baik tanpa ada yang merasa tidak di perhatikan. Semoga apa yang menjadi kritik dan saran dari masyarakat bisa menjadi koreksi bagi para pihak yang terkait tidak hanya untuk walikota saja. Dengan harapan kedepan hal-hal yang menjadi keluhan masyarakat atas kinerja pemerintah bisa mulai tersentuh dan terselesaikan.

No comments:

Post a Comment