kalimat dalam judul di atas mungkin bagi anda warga Jogja
sudah sering melihat atau mendengar. Sebuah kalimat sindiran warga Jogja yang
di tujukan untuk Walikota Jogja terpilih Haryadi Suyuti. Kurang tau persis dari
mana kalimat itu pertama kali muncul. Mungkin warga Jogja sudah merasa sangat
risih dengan pemerintahan yang ada sekarang.
Memang di masa Haryadi Suyuti ini Jogja terasa kurang ada
greget dan sepi, pendekatan ke masyarakat juga dirasa kurang kalu orang jawa
bilang nye-nyet gak ada hal baru. Sejak terpilih menjadi kepala pelayan
masyarakat pada tahun 2011 kiprah beliau sudah di tunggu warga Kota Jogja untuk
membuat berbagai inofasi dan prestasi. Tapi masyarakat sampai sekarang belum
bisa merasakan hal yang mereka inginkan.
Kritikan kepada sang walikota pun mulai bermunculan di
mana-mana dan dari berbagai komunitas yang ada di Kota Jogja. Dari pecinta
sepeda, pedagang pasar, seniman dan suporter sepak bola. Mereka merasa tidak
puas dengan kinerja kepala pelayan masyarakat Jogja itu. Bahkan ada beberapa
kebijakan beliau yang dinilai tidak berpihak kepada para komunitas yang ada.
Kebijakan yang sempat menjadi sorotan ialah kebijakan beliau
tentang bersepeda yang dianggap mengkebiri akan semangat bersepeda warga
Jogjakarta. Kebijakan itu tertuang dalam SE
645/57/SE/2012. Kebijakan itu menjadi gejolak pecinta sepeda di Kota Jogja karena
sebelumnya di Jogja sendiri sedang marak kampanye cinta lingkungan dengan salah
satu cara bersepeda. Bahkan walikota sebelumnya telah meluncurkan program SEGO
SEGAWE (Sepeda kanggo sekolah lah nyambut gawe/sepeda untuk sekolah dan
bekerja). Tapi karena adanya surat edaran baru terkesan semangat untuk
menggalakan sepeda di kota Jogja menurun. Kritikan pedas pun sempat mucul
melalui kata “Ora Masalah HAR! Tanpamu Sepedaku Tetap Melaju”.
Selain para pecinta sepeda kritikan
juga datang dari para seniman Kota Jogja yang menganggap suport walikota kepada
kegiatan seni dirasa sangat berkurang. Hingga ajang kesenian Jogja Java
Carnival pun sudah tidak diadakan. Padahal event itu Event Carnaval yang hampir
menjadi icon carnaval paling meriah di DIY. Tapi entah kenapa event tahunan itu
dalam dua tahun ini tidak ada. Keluhan pun tidak hanya itu banyak keluhan
tentang kesenian yang muncul di masyarakat. Banyak obrolan yang berkembang di
kalangan seniman Jogja yang banyak membicarakan tentang kurangnya kiprah
Haryadi Suyuti selaku Walikota Jogja. Wajar saja jika seniman Jogja merasa
gerah, karena semua orang juga tau kalau Jogja sendiri merupakan kota budaya
dan melahirkan banyak seniman hebat. Di Jogja jg banyak sekali grup kesenian
yang masih butuh perhatian pemerintah. Tentu hal-hal yang menyangkut tentang
kesenian dan kebudayaan menjadi sangat sensitif di kota ini. Jadi pemerintah
harus benar-benar peka untuk masalah kesenian.
Kritikan yang sempat pedas juga di
suarakan oleh kelompok suporter team sepak bola PSIM Jogjakarta. Para suporter
di sini mempertanyakan carut marutnya yang dihadapi PSIM akhir-akhir ini. PSIM
sempat terpaut hutang yang berdampak pada prestasi team. PSIM sendiri merupakan
team sepak bola tua yang ada di Indonesia dan juga salah satu pendiri PSSI
sangat miris jika team sekelas PSIM tidak mendapat perhatian lebih dari
pemimpin daerah. Bentuk kritik yang dilakukan para suporter pun bermacam-macam
dari pemasangan sepanduk di stadion, penempelan poster ilegal di jalan sampai
di tuangkan ke mural tembok. Dalam hal ini saya pribadi memang prihatin, karena
sebuah team sepak bola jika digarap dengan dengan baik selain bisa membanggakan
daerah dan masyarakat juga bisa menjadi hiburan alternatif yang bisa di nikmati
dampaknya secara luas.
Saya jadi ingat beberapa hari yang
lalu ada sebuah aksi yang dilakukan berbagai eleman masyarakat Jogja di titik nol
kilometer di depan kantor pos besar. Mereka mengirim surat yang isinya
mengkritisi maupun memberi saran kepada Walikota Jogja.Aksi tersebut bermaksud
memprotes Walikota Jogja yang kurang peka dengan permasalahan yang ada di Kota Jogja mulai dari maraknya pembangunan banyak hotel, kurangnya fasilitas untuk kaum
difabel sampai masalah tak terurusnya persatuan sepakbola Indonesia Mataram
(PSIM) Jogjakarta. Para pelaku aksipun berdandan layaknya hantu seusai dengan
tema acara “Mimpi buruk untuk Haryadi”.
Mungkin coretan ini sekedar apa yang
saya ketahui dan apa yang sering menjadi perbincangan di masyarakat.Saya
sendiri maklum jika masyarakat Jogja sebegitunya memberi kritik karena
masyarakat Jogja sendiri merupakan masyarakat yang aktif. Masyarakat yang baik
memang harus mengamati kinerja pemerintah dan memberikan saran dan kritik
secara positif kepada pejabat pemerintah. Tentu kita semua Cuma berharap supaya Kota Jogja bisa semakin baik tanpa ada yang merasa tidak di perhatikan. Semoga
apa yang menjadi kritik dan saran dari masyarakat bisa menjadi koreksi bagi
para pihak yang terkait tidak hanya untuk walikota saja. Dengan harapan kedepan
hal-hal yang menjadi keluhan masyarakat atas kinerja pemerintah bisa mulai
tersentuh dan terselesaikan.